Selasa, 04 Februari 2014

SEJARAH TENUN IKAT

http.// datoalex81.blogspot.com

SEJARAH TENUN IKAT EDANG


Kain atau lebih spesifik yang dikenal dengan pakaian adalah produk yang tidak pernah berhenti dan selalu dikembangkan. Pakaian selalu dimodifikasi hampir setiap hari untuk selalu mengikuti trend dan fasion yang ada.
Berawal dari kulit kayu (a’i ama’) dan dedaunan begitulah orang kedang pertama mengenakan pakaian. Kulit kayu dan dedaunan itu sendiri terus mengalami perubahan dan modifikasi untuk dijadikan pakaian. Gebang( te’bu’) adalah sejenis pohon yang dimanfaatkan daunnya untuk dijadikan pakaian. Cara pengolahannyapun mudah dimana daun tersebut mula-mula dikeringkan dari daun gebang yang sudah kering selanjut dipisahkan antara kulit inti dengan kulit ari. Kulit inti daun gebang (Te’bu’ lolon) ini selanjutnya dipintal dan dianyam untuk dijadikan pakaian. Pakaian yang terbuat dari kulit inti daun gebang merupakan fasion/mode baru saat itu dan bertahan cukup lama.
Walaupun demikian hal ini akhirnya tergantikan pula dengan ditemukan tanaman kapas. Ketika tanaman kapas ditemukan dan diolah menjadi pakaian maka daun gebang hanya dapat dijadikan sebagai tali. Walaupun proses pengolahan dari kapas untuk menjadi kain yang dapat dijadikan pakaian ada hal yang sulit namun tektur dan kelembutan dari bahan kapas lebih baik dan nyaman sebagai pakaian maka kapaslah bahan yang sangat sesuai sebagai bahan pembuatan kain/pakaian hingga saat ini.
Proses pembuatan kapas sampai menjadi kain merupakan sebuah rangkaian proses yang panjang. Kapas terlebih dahulu dipisahkan dari biji dan kotoran lainnya dengan cara digiling dengan menggunakan alat giling atau dalam bahasa edang mehar a’pe. Kapas yang sudah dibersihkan selanjutnya dipintal menjadi benang dengan menggunakan alat pintal atau dalam bahasa setempat dikenal dengan nama Panu’el prosesnya sendiri dikenal dengan nama tueng lelu.
Kapas yang sudah dijadikan benang selanjutnya dicelupkan untuk mendapatkan warna tertentu. Bahan-bahan pewarnaan umumnya didapatkan dari alam diantara akar mengkudu, daun nila, akar bakau, jambu biji, mangga dan masih banyak yang lainnya. Namun demikian dengan menggunakan pewarnaan alami memiliki rangkaian proses yang panjang dalam kurun waktu yang lama untuk bisa memperoleh warna yang diinginkan, selain dari itu ketersedian variasi warna yang dapat dihasilkan pewarna alam sangat terbatas serta ketersediaan bahan yang tidak siap dipakai, hal-hal ini menjadikan hambatan tersendiri dalam penggunaan pewarna alami.
Masuk pewarna buatan / sintetik dengan mudah menggantikan posisi pewarna alami. Hal ini dikarenakan pewarna buatan memiliki variasi warna yang cukup banyak serta bahan pewarna yang siap pakai dengan proses yang mudah namun demikian sangat berpengaruh dan merusak lingkungan sekitar dibandingkan dengan penggunaan warna alami.
Pada awal mulanya benang-benang yang hasilkan langsung ditenun artinya pengetahuan akan pewarnaan belum ada. Namun seiring dengan berjalannya waktu akhirnya ditemukannya warna hitam sehingga kain-kain tenun yang ditemui saat itu adalah kain yang berwarna putih dan hitam. Namun perjalanan warna berkembang begitu cepat sehingga dengan cepat pula dihasilkan kain-kain/ sarung-sarung dengan aneka variasi warna walaupun masih sangat terbatas.
Tenun asli edang mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun aneka variasi motif atau dalam bahasa setempat disebut mowaq  tidak terlalu banyak. Tenunan kain-kain/ sarung-sarung dari kedang kebanyakan tidak terlalu banyak motiv. Biasanya motiv untuk satu sarung hanya ada pada dua bagian yakni pada bagian atas dan bagian bawah sarung (wela) atau oleh orang kedang menyebutnya wela garumba dan ada juga motiv yang dihasilkan dengan cara diangkat sama hal dengan menganyam sarung jenis ini oleh orang kedang menyebutnya wela bitiq.
Untuk motiv itu sendiri orang kedang tidak memiliki ciri khsusus atau tepatnya dibilang khas. Dominan motiv pada umumnya adalah motiv ruit, periuk tanah, rusa, namun akhir-akhir ini sangat jarang ditemukan motiv-motiv tersebut. Motiv-motiv saat ini sudah melampau batas budaya/cultur setempat, terkadang motiv yang dibuat tergantung pada sipemesan. Hal ini tentu sangat berpengaruh pada hilangnya sejarah motiv asli kedang itu sendiri. Walaupun kolaborasi/variasi motiv yang dihasilkan saat ini masih memilki daya tarik seperti motiv garuda, motiv ikan paus dan sebagainya namun motiv-motiv tersebut belum mencirikan ke khasan tenun kedang.

Tidak ada komentar: